Serang Suarabantenpost.com Operasi penertiban tambang ilegal yang digelar Polda Banten melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus pada November–Desember lalu semestinya menjadi pukulan telak bagi jaringan illegal mining di wilayah Gunung Pinang, Kabupaten Serang. Delapan orang ditangkap, alat berat disita, dan lahan galian C seluas puluhan hektare dipasang garis polisi.
Namun, hingga awal pekan ini, hasil pantauan awak media menunjukkan kenyataan yang jauh berbeda: aktivitas tambang ilegal di Gunung Pinang masih terus berjalan.12/12/25
Di beberapa titik lereng gunung, terdengar suara mesin ekskavator meraung-raung. Debu beterbangan, truk keluar masuk membawa tanah dan batu. Pemandangan itu berlangsung terang-terangan — seolah tak ada operasi penindakan yang pernah terjadi.
Kebal Hukum?
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: siapa yang berada di balik aktivitas tambang ilegal yang tetap beroperasi meski polisi sudah melakukan penangkapan besar-besaran?
Seorang warga sekitar yang ditemui awak media di kawasan Lingkar Mancak hari Minggu lalu memberikan jawaban yang menggugah kecurigaan.
“Itu punya bos besar. Kayaknya sudah koordinasi ke orang-orang tertentu. Makanya aman. Satgas lewat pun mereka tahu,” ujar sumber tersebut, meminta namanya tidak disebutkan demi keamanan.
Warga lain menyampaikan hal serupa. Menurutnya, para pekerja tetap bekerja setelah penertiban karena merasa ada pihak yang melindungi.
“Sepertinya bosnya orang kuat. Buktinya itu (tambang) masih beroperasi sampai sekarang,” katanya.
Sumber-sumber lokal ini menggambarkan bahwa operasi resmi aparat hanya menyasar kelompok tertentu, sementara jaringan yang lebih besar, lebih rapi, dan lebih terorganisir tampak luput dari jerat hukum.
Pantauan Lapangan: Alat Berat Aktif, Truk Hilir Mudik
Investigasi di lapangan menunjukkan setidaknya dua unit ekskavator bekerja di sisi utara Gunung Pinang. Jalur tanah menuju lokasi dipadatkan kembali, menandakan truk angkutan sudah berulang kali melintasi rute tersebut.
Jejak ban baru terlihat jelas. Lubang galian pun semakin melebar, menunjukkan pengerukan yang berlangsung secara masif, bukan operasi kecil-kecilan.
Kawasan itu berada tidak jauh dari pemukiman warga dan akses jalan raya, menjadikan aktivitas ilegal tersebut nyaris mustahil tidak terpantau aparat. Sejumlah pekerja terlihat berhenti sebentar ketika menyadari keberadaan kamera, namun pekerjaan dilanjutkan setelah situasi dirasa aman.
Seorang sopir truk yang ditemui di titik muat berkata singkat,
“Kerja biasa aja, Bang. Aman ini, nggak bakal ada apa-apa.”
Ucapan itu seperti menegaskan keyakinan para pekerja bahwa mereka bekerja di bawah payung perlindungan tertentu.
Koordinasi Gelap?
Beberapa narasumber di sekitar Gunung Pinang menduga adanya praktik koordinasi antara pemilik tambang dengan oknum aparat maupun aparatur setempat. Dugaan itu bukan hal baru dalam pola illegal mining di berbagai daerah: pemilik modal besar kerap membangun jejaring perlindungan yang membuat aktivitas mereka sulit tersentuh penegakan hukum.
Dalam kasus Gunung Pinang, indikasi itu terlihat dari:
Aktivitas tambang tetap berjalan kurang dari satu bulan setelah penangkapan
Pengoperasian alat berat di lokasi terbuka
Hilir mudiknya truk tanpa hambatan
Tidak adanya patroli lanjutan dari Satgas Tambang
Tim satgas sebelumnya mengumumkan bahwa seluruh tambang ilegal di wilayah Serang akan ditertibkan dan diawasi ketat. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan celah pengawasan yang lebar.
Kerusakan Lingkungan Meluas
Gunung Pinang termasuk kawasan yang rentan mengalami kerusakan ekologis akibat galian C. Kontur tanah yang labil, kemiringan lahan, dan minimnya vegetasi membuat area itu terancam mengalami longsor di musim hujan.
Aktivitas penambangan tanpa izin mempercepat degradasi lahan dan membuka jurang kerusakan yang lebih besar.
Di salah satu titik, tebing setinggi 15 meter tampak tergerus, menyisakan dinding curam yang rawan runtuh. Warga mengaku khawatir, tetapi juga takut bersuara.
“Mau lapor kemana? Paling kita yang kena,” ujar seorang perempuan paruh baya yang rumahnya berjarak kurang dari 500 meter dari area galian.
Janji Penertiban vs Kenyataan
Hingga berita ini diturunkan, Polda Banten belum memberikan pernyataan resmi mengenai temuan aktivitas terbaru di kawasan Gunung Pinang ini.
Jika benar ada jaringan besar yang bermain, penertiban yang dilakukan sebelumnya hanya menyentuh “lapisan permukaan” — sementara aktor utama tetap beroperasi seperti biasa.
Fenomena ini menegaskan pola lama dalam penanganan tambang ilegal di Indonesia: penangkapan terjadi, tetapi tidak menyentuh akar persoalan, sehingga aktivitas kejahatan terus berulang dengan pola baru.
Penutup
Investigasi ini menunjukkan bahwa operasi besar yang digembar-gemborkan belum mampu menghentikan tambang ilegal di Gunung Pinang.
Di balik deru ekskavator dan jalur truk yang tak pernah sepi, ada bayang-bayang kekuatan besar yang bermain — menjadikan hukum sekadar formalitas, bukan sesuatu yang benar-benar ditaati.
Jika aparat tidak bergerak lebih jauh menelusuri siapa “bos besar” yang disebut warga, Gunung Pinang tinggal menunggu waktu sebelum berubah menjadi kubangan besar yang menyisakan kerusakan permanen.(Red SBP)



